Senin, 18 April 2011

Memahami Proses Komunikasi dalam Masyarakat + Memahami Audiensi Massa dan Budaya Massa

Memahami Proses Komunikasi dalam Masyarakat




Anda tentu masih ingat bukan, bahwa proses komunikasi pada hakekatnya adalah suatu proses pemindahan/transmisi atau penyampaian ide, gagasan, informasi, dan sebagainya dari seseorang (sender atau komunikator atau sumber) kepada seseorang yang lain (receiver atau komunikan). Proses komunikasi diantara keduanya dapat dikatakan berhasil apabila terjadi kesamaan makna. Sebaliknya, komunikasi menjadi gagal bilamana keduanya tidak memiliki kesamaan makna atas apa yang dipertukarkan atau dikomunikasikan.
Menurut Effendy (1999: 11 – 19), Proses komunikasi dalam masyarakat dapat dibedakan atas 2 tahap:

1. Proses Komunikasi secara Primer

Yang dimaksudkan dengan proses komunikasi secara primer yakni proses penyampaian pikiran dan perasaan dari seseorang kepada orang lain menggunakan lambang atau simbol sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, kial (gesture), isyarat, gambar, warna, dan sebagainya yang  secara langsung mempa “menerjemahkan” pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan.
Sekarang mari kita bahas satu per satu. Kial (gesture) adalah isyarat dengan menggunakan anggota tubuh seperti anggukan atau gelengan kepala, kedipan mata, tepukan tangan, dll. Semua lambang nonverbal ini memang dapat “menerjemahkan” pikiran seseorang sehingga terekspresikan secara fisik. Akan tetapi menggapaikan tangan, atau memain­kan jari-jemari, atau mengedipkan mata, menggerakkan anggota tubuh lainnya hanya dapat mengkomunikasikan hal-hal tertentu saja (sangat terbatas).
Isyarat dengan menggunakan alat seperti gong, tambur, sirene, dan lain-lain  mempunyai makna tertentu. Membunyikan gong di tengah malam di kampung-kampung di Timor atau di Sumba itu pertanda meminta pertolongan (ada perampokan, pencurian, ataupun kebakaran).
Warna juga yang mempunyai makna tertentu dalam berkomunikasi di masyarakat. Warna putih selalu diidentikkan dengan ketulusan dan kemurnian. Warna hitam selalu dipertunjukkan untuk mengekspresikan kesedihan. Misalnya, sebagai tanda perkabungan.
Gambar sebagai lambang yang banyak dipergunakan dalarn komunikasi memang melebihi kial, isyarat, dan warna dalarn hal kemampuan “menerjemahkan” pikiran seseorang, tetapi tetap tidak melebihi bahasa. Alasannya, buku-buku yang ditulis dengan bahasa sebagai lambang untuk “menerjemahkan” pemikiran tidak mungkin diganti oleh gambar, apalagi oleh lambang-lambang lainnya. Akan tetapi, demi efektifnya komunikasi, lambang-lambang tersebut sering dipadukan penggunaannya.
Dengan demikian jelaslah bahwa pikiran dan atau perasaan seseorang baru akan diketahui oleh dan akan ada dampaknya kepada orang lain apabila ditransmisikan dengan menggunakan media primer “tersebut, yakni lambang- lambang. Dengan perkataan lain, pesan (message) yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan terdiri atas isi (content) dan lambang: (symbol).
Jadi jelaslah, media primer atau lambang yang pa­ling banyak digunakan dalam komunikasi adalah bahasa. Akan tetapi, tidak semua orang pandai mencari kata-kata yang tepat dan lengkap yang dapat mencerminkan pikiran dan perasaan yang sesungguhnya. Selain itu, sebuah per­kataan belum tentu mengandung makna yang sama bagi semua orang. Kata-kata mengandung dua jenis pengertian, yakni pengertian denotatif dan pengertian konotatif. Sebuah perkataan dalarn pengertian denotatif ada­lah yang mengandung arti sebagaimana tercantum dalam kamus (dictionary meaning) dan diterima secara umum oleh kebanyakan orang dengan bahasa dan kebudayaan yang sama. Perkataan dalarn pengertian konotatif adalah yang mengandung pengertian emosional atau mengandung penilaian tertentu (emo­tional or evaluative meaning).
Misalnya saja jika anda mengucapkan kata “anjing” dalarn pengertian denotatif memiliki makna dan interpretasi yang sama bagi setiap orang. Begitu mendengar kata “anjing” maka yang terlintas dalam pikiran kita adalah bahwa ia binatang yang berkaki empat, berbulu, hewan piaraan bagi sebagian orang, dan memiliki daya cium yang tajam. Namun, kata “anjing” dalarn pengertian konotatif, bisa bermakna lain bagi sebagian orang. Bagi seorang kiai yang fanatik kata “anjing” bisa dimaknai sebagai hewan yang najis; bagi seorang polisi merupakan pelacak pembunuh, dst.
Nah, bagaimana proses komunikasi itu bisa berlangsung? Sebagaimana Anda pelajari pada mata kuliah Pengantar Ilmu Komunikasi, bahwa dalam proses komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) yang melibatkan dua orang dalam situasi interaksi, sang komunikator menyandi suatu pe­san, lalu menyampaikannya kepada komunikan, dan komunikan mengawasandi atau menyandi balik pesan tersebut. Sampai di situ komunikator menjadi encoder dan komunikan menjadi decoder. Akan tetapi, karena komunikasi antarpersona itu bersifat dia­logis, maka ketika komunikan memberikan jawaban, ia kini menjadi encoder dan komunikator menjadi decoder.
Supaya lebih jelas, perhatikan contoh berikut. Pada suatu hari, Daniel dan Ratna bertemu dan berbicang-bincang. Yang menjadi komunikator adalah Daniel sedangkan komunikan, Ratna. Selama komunikasi berlangsung an­tara Daniel dan Ratna, akan terjadi penggantian fungsi secara bergiliran sebagai en­coder dan decoder. Jika Daniel sedang berbicara, ia menjadi encoder; dan Ratna yang sedang mendengarkan menjadi decoder. Pada saat Ratna memberikan tanggapan dan berbicara kepada Daniel, maka Ratna kemudian menjadi encoder dan Daniel menjadi decoder. Tanggapan Ratna yang disampaikan kepada Daniel itu dinamakan umpan balik atau arus balik (feedback).
Umpan balik memainkan peranan yang amat penting dalam komunikasi sebab ia menentukan berlanjutnya komunikasi atau berhentinya komunikasi yang dilancarkan oleh komunikator. Oleh karena itu, umpan balik bisa bersifat positif, dapat pula bersifat negatif. Umpan batik positif adalah tangga­pan atau response atau reaksi komunikan yang menyenangkan komunikator sehingga komunikasi berjalan lancar. Sebaliknya, umpan balik negatif adalah tanggapan komunikan yang tidak menyenangkan komunikatornya sehingga ko­munikator enggan untuk melanjutkan komunikasinya.
2. Proses Komunikasi secara Sekunder
Setelah Anda pahami tentang proses komunikasi secara primer, sekarang kita akan meembahas proses komunikasi secara sekunder. Yang dimaksudkan dengan proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh se­seorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai me­dia kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama.
Mengapa menggunakan alat bantu atau media kedua? Alasannya bisa beragam. Seorang komunikator menggunakan media kedua dalam melancarkan ko­munikasinya karena komunikan sebagai sasarannya berada di tempat yang re­latif jauh. Alasan lainnya, jumlah komunikannya banyak. Beberapa media kedua atau alat bantu yang biasanya digunakan antara lain: surat, telepon, telegram, surat kabar, majalah, radio, televisi, film, dan banyak lagi adalah media kedua yang sering diguna­kan dalam berkomunikasi.
Pada umumnya kalau kita berbicara di kalangan masyarakat, yang dinama­kan media komunikasi itu adalah media kedua sebagaimana diterangkan di atas. Jarang sekali orang menganggap bahasa sebagai media komunikasi. Hal ini di sebabkan oleh bahasa sebagai lambang (symbol) beserta isi (content) – yakni pikiran dan atau perasaan – yang dibawanya menjadi totalitas pesan (messa­ge), yang tampak tak dapat dipisahkan.Tidak seperti media dalam bentuk su­rat, telepon, radio, dan lain-lainnya yang jelas tidak selalu dipergunakan. Tam­paknya seolah-olah orang tak mungkin berkomunikasi tanpa bahasa, tetapi orang mungkin dapat berkomunikasi tanpa surat, atau telepon, atau televisi, dan sebagainya.
Seperti diterangkan di muka, pada umumnya memang bahasa yang paling banyak digunakan dalam komunikasi karena bahasa sebagai lambang mampu mentransmisikan pikiran, ide, pendapat, dan sebagainya, baik mengenai hal vang abstrak maupun yang kongkret; tidak saja tentang hal atau peristiwa yang terjadi pada saat sekarang, tetapi juga pada waktu yang lalu atau masa men­datang. Karena itulah pula maka kebanyakan media merupakan alat atau sa­rana yang diclptakan untuk meneruskan pesan komunikasi dengan bahasa. Se­perti telah disinggung di atas, surat, atau telepon, atau radio misalnya, adalah media untuk menyambung atau menyebarkan pesan yang menggunakan bahasa.
Dengan demikian, proses komunikasi secara sekunder itu menggunakan media yang dapat diklasifikasikan sebagai media massa (mass media) dan me­dia nir-massa atau media non-massa (non-mass media). Seperti telah disinggung tadi, media massa, misalnya surat kabar, radio siaran, televisi siaran, dan film yang diputar di gedung bioskop memiliki ciri-ciri tertentu, antara lain ciri massif (massive) atau massal (massal), yakni tertuju kepada sejumlah orang yang relatif amat banyak. Sedangkan media nirmassa atau media nonmassa, umpamanya surat, telepon, telegram, poster, spanduk, papan pengumuman, buletin, folder, majalah organisasi, radio amatir atau ra­dio CB (citizen band), televisi siaran sekitar (closed circuit television), dan film dokumenter, tertuju kepada satu orang atau sejumlah orang yang relatif sedikit.
Sumber:
1.   Efendy, O. U., 1997. Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.
2.  Effendy, O. U., 2003. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Memahami Audiensi Massa dan Budaya Massa


Audiens secara harafiah sama artinya dengan khalayak. Sebagaimana telah Anda pelajari sebelumnya menyangkut massa, maka berikut akan kita bahas sifat dari audiens massa:
1)      Terdiri dari jumlah yang besar.
Pembaca Harian Kompas adalah massa yang jumlahnya besar sehingga sulit diprediksi jumlahnya. Begitu pun dengan pemirsa Metro TV.
2)      Suatu pemberitahuan massa dapat ditangkap oleh masyarakat dari berbagai tempat, sehingga sifat audiens massa juga ada tersebar di mana-mana, terpencar, dan tidak mengelompok pada wilayah tertentu. Tidak bisa kita mengasumsikan bahwa SKH Pos Kupang hanya dibaca oleh Orang NTT saja.
3)      Pada mulanya audiensi massa tidak interaktif, artinya antara media massa dan pendengar atau pemirsanya tidak saling berhubungan, namun saat ini konsep ini mulai ditinggal, karena audien massa dan media massa dapat berinteraksi satu dengan lainnya melalui komunikasi telepon. Khalayak massa memiliki pilihan apakah akan berinteraksi melalui media massa atau tidak.
4)      Terdiri dari berbagai lapisan masyarakat yang sangat heterogen.
Khalayak massa tidak dapat dikategorikan atas segmentasi tertentu. Heterogenitas pemirsa dalam suatu acara TV ataupun pembaca surat kabar pasti selalu ada. Penonton acara Sepakbola tidak bisa kita katakan semuanya adalah laki-laki. Sekalipun mungkin semuanya laki-laki tetapi masih bisa beragam dari latar belakang pendidikan, ekonomi, dsb.
5)      Tidak terorganisir dan bergerak sendiri.
Karena jumlahnya besar, massa sulit diorganisir. Mereka akan bergerak sendiri-sendiri sesuai dengan gerakan sel itu sendiri (Bungin, 2007 :      75-77).
Budaya Massa
Komunikasi massa berproses pada level budaya massa, sehingga sifat-sifat komunikasi massa sangat dipengaruhi oleh budaya massa yang berkembang di masyarakat dimana proses komunikasi itu berlangsung. Budaya massa dalam komunikasi massa memiliki beberapa karakter:
1)         Non-traditsional, yaitu umumnya komunikasi massa berkaitan erat dengan budaya populer. Budaya populer ini lebih cenderung menonjolkan unsur kepopulerannya. Contoh: kontes pencarian bakat di bidang tarik suara seperti Indonesian Idol, KDI, AFI, dsb.
2)         Budaya massa juga bersifat merakyat, tersebar di basis massa sehingga tidak mengerucut di tingkat elite, namun apabila ada elite yang terlibat dalam proses ini, maka itu bagian dari basis massa itu sendiri.
3)         Budaya massa juga memproduksi produk-produk massa seperti umpamanya infotainment adalah produk pemberitaan yang diperuntukkan kepada massa secara luas. Kita tahu bahwa semua orang juga dapat memanfaatkannya sebagai hiburan umum.
4)         Budaya massa sangat berhubungan dengan budaya populer sebagai sumber budaya massa. Contoh: acara-acara seni pertunjukan tradisional mulanya hanya menjadi tontonan/diminati oleh pemilik budaya dari seni yang bersangkutan. Namun begitu dikemas dan ditayangkan di media massa maka akan berubah menjadi budaya populer yang ditonton juga oleh berbagai kalangan dan latar belakang budaya yang berbeda.
5)         Budaya massa, terutama yang diproduksi oleh media  massa diproduksi menggunakan biaya yang cukup besar, karena itu harus menghasilkan keuntungan untuk kontinuitas budaya massa itu sendiri, karena itu budaya massa diproduksi secara komersial agar tidak saja menjadi jaminan keberlangsungan sebuah kegiatan budaya massa namun juga menghasilkan keuntungan bagi kapital yang diinvestasikan pada kegiatan tersebut.
6)         Budaya massa juga diproduksi secara ekslusif menggunakan simbol-simbol kelas sosial sehingga terkesan diperuntukkan kepada masyarakat modern yang homogen, terbatas dan tertutup (Bungin, 2007 : 77 – 78).
Sumber:
Bungin, Burhan. 2006. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma dan diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Prenada Media Group.

Hakekat dan Ruang Lingkup Sosiologi Komunikasi

Oleh: Petrus A. Andung
Lahirnya Sosiologi Komunikasi
Kalau Anda membaca dalam Bungin (2006:17), Anda pasti temukan bahwa asal mula kajian komunikasi dalam sosiologi bermula dari akar tradisi pemikiran Karl Marx, dimana Marx sendiri termasuk pendiri sosiologi yang beraliran Jerman. Gagasan-gagasan awal Marx tidak pernah lepas dari pemikiran Hegel. Sementara Hegel memiliki pengaruh yang kuat terhadap Marx.
Lalu, kira-kira, apa inti pemikiran Hegel? Menurut Ritzer sebagaimana dikutip Bungin, pemikiran Hegel yang paling utama adalah ajarannya tentang dialektika dan idealisme. Dialektika dipahami sebagai cara berpikir yang mana menekankan arti pentingnya suatu proses, hubungan, dinamika, konflik dan kontradiksi. Dialektika juga dipahami oleh Hegel sebagai bagian yang berhubungan satu dengan lainnya. Nah, ternyata berawal dari pengajarannya tentang dialektika/hubungan inilah lalu kemudiannya timbullah gagasan-gagasan tentang komunikasi. Gagasan-gagasan ini, oleh Jurgen Habermas disebut dengan tindakan komunikasi (interaksi).
Apa yang terjadi selanjutnya? Bungin (2006 : 19) juga menyebutkan bahwa ternyata sosiologi telah menaruh minat pada persoalan komunikasi. Sejak Auguste Comte memperkenalkan istilah dinamika sosial, lalu konsep kesadaran kolektif oleh Emile Durkheim, interaksi sosial versi Karl Marx, tindakan komunikatif dan teori komunikasi dari Jurgen Habermas merupakan titik awal munculnya sosiologi komunikasi.
Ruang Lingkup dan Konsep Sosiologi Komunikasi
Setelah kita mengetahui sejarah lahirnya sosiologi komunikasi, sekarang kita akan membahas ruang lingkup sosiologi komunikasi. Pada bagian ini, Anda akan mengenal konsep-konsep apa saja yang termasuk dalam ruang lingkup sosiologi komunikasi.
Menurut Bungin (2006 : 27-31), sosiologi komunikasi terdiri dari 4 konsep yang sekaligus menjadi ruang lingkup sosiologi komunikasi. Ke-empat konsep tersebut yakni sosiologi, masyarakat, komunikasi, dan teknologi media/informasi. Selanjutnya, mari kita mempelajarinya satu per satu:
Sosiologi
Tentu anda masih ingat bukan, pengertian sosiologi dalam mata kuliah Pengantar Sosiologi. Untuk menyegarkan ingatan Anda, berikut disajikan beberapa pengertian dari sosiologi:
Liliweri, (Tanpa Tahun, halaman 2 – 4) mengutip beberapa pendapat para ahli tentang definisi sosiologi.
Roucek dan Warren, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antar manusia dalam kelompok-kelompok.
William F. Ogburn dan Meyer F. Nimkoff, sosiologi adalah penelitian ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya yaitu organisasi sosial.
Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, sosiologi ialah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial.
Pitirin Sorokin (dikutip Bungin, 2006 : 27-28), sosiologi adalah ilmu yang mempelajari:
a. Hubungan dan pengaruh timbal balik antar aneka macam gejala-gejala sosial (misalnya: antara gejala ekomomi dan agama, keluarga dengan moral, hukum dengan ekonomi, gerak masyarakat dengan politik, dan lain sebagainya);
b. Hubungan dengan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala nonsosial (misalnya: gejala geografis, biologis, dan sebagainya);
c. Ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas kita dapat menarik kesimpulan bahwa yang dimaksudkan dengan sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antar manusia sebagai makhluk sosial termasuk di dalamnya berbagai aktifitas atau gejala sosial yang kemudian menghasilkan perubahan-perubahan sosial.
Masyarakat
Setelah kita mempelajari sosiologi, sekarang kita akan membahas konsep kedua yaitu masyarakat. Ingat, masyarakat merupakan salah satu ruang lingkup dari sosiologi komunikasi. Artinya bahwa masyarakat merupakan salah satu yang dibahas dalam sosiologi komunikasi.
Apa itu masyarakat? Sebetulnya, masyarakat merupakan objek dari sosiologi. Untuk memahami definisi masyarakat, alangkah baiknya kita merujuk pada beberapa pandangan ahli berikut:
Ralph Linton (dikutip Bungin, 2006 : 29) memahami masyarakat sebagai sekelompok manusia yang telah hidup dan bekerja sama cukup lama, sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas.
Selo Soemardjan, mengatakan bahwa masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama, yang menghasilkan kebudayaan.
Dari dua definisi di atas jelaslah bahwa masyarakat itu terdiri dari kumpulan orang-orang yang hidup berdampingan (hidup bersama) dalam suatu wilayah dan terikat oleh aturan-aturan atau norma-norma sosial yang mereka tentukan dan taati.
Komunikasi
Masih ingatkah Anda bahwa istilah komunikasi yang dalam bahasa Inggris disebut communication, berasal dari bahasa Latin, communicatio? Sebagaimana Anda telah pelajari dalam mata kuliah Pengantar Ilmu Komunikasi, kata communicatio berasal dari kata communis yang artinya sama. Tentu saja, konteks sama yang dimaksudkan ialah sama makna.
Kesamaan makna ini terjadi ketika misalnya Anda terlibat dalam percakapan dengan teman Anda, dimana tidak saja menggunakan bahasa yang sama, namun juga Anda berdua sama-sama mengerti dan memahami makna dari apa yang Anda berdua percakapkan itu. Jadi, kesamaan makna lebih mengarah pada kesamaan pandangan di antara orang-orang yang terlibat dalam komunikasi mengenai isi dari pesan tersebut.
Sebagaimana Anda tahu, banyak sekali definisi yang diberikan untuk memahami arti kata komunikasi. Secara sederhana, Anda dapat merujuk pada definisi yang diberikan Littlejohn (2002 : 7) bahwa komunikasi merupakan suatu proses pemindahan (transmisi) informasi.
Untuk kepentingan pendefinisian komunikasi, umumnya para pakar ilmu komunikasi merujuk pada pandangan Harold Lasswell dalam bukunya The Structure and Function of Communication in Society. Lasswell (Effendy, 1997 : 10) yang menjelaskan bahwa cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi ialah dengan menjawab pertanyaan berikut: Who Says What in Which Channel to Whom with What Effect? Bila diterjemahkan maka akan menjadi: Siapa Mengatakan Apa dengan Saluran Apa kepada Siapa dan dengan Efek Apa?.
Bila Anda menyimak baik-baik formulasi Lasswell ini maka Anda akan dapat memahami elemen-elemen penting dari komunikasi. Mari kita bahas satu per satu.
Kata who (siapa) dalam konteks komunikasi merujuk kepada seorang pemberi pesan. Pemberi pesan ini biasanya dikenal dengan sebutan sumber informasi, komunikator, atau pengirim pesan.
Says what (mengatakan apa) merujuk pada apa yang diperkatakan. Dalam hal ini pesan atau isi dari percakapan/pembicaraan. Pesan ini lalu kita kenal dengan sebutan verbal (melalui kata-kata dan atau tulisan) dan non verbal (menggunakan bahasa isyarat).
In which channel (dengan saluran apa) mengarah pada alat atau saluran atau media yang digunakan untuk menyampaikan pesan. Anda tentu tahu bukan, manusia dapat menggunakan bermacam-macam saluran dalam berkomunikasi. Media yang paling praktis dan semua orang menggunakannya saat berkomunikasi adalah panca indera manusia. Selain itu, kita juga mengenal saluran komunikasi menggunakan alat bantu seperti telephon, telegram, dan surat). Ada juga saluran komunikasi yang digunakan untuk khalayak yang jumlahnya lebih besar (massa) yaitu media cetak dan elektronik.
To whom (kepada siapa) ditujukan untuk penerima pesan. Penerima pesan ini disebut juga sebagai komunikan, atau receiver. Bila anda berinisiatif menelpon sahabat anda, maka sahabat anda itu disebut sebagai komunikan.
With what effect (dengan efek apa) merujuk pada pengaruh yang ditimbulkan dari komunikasi. Pengaruh ini dapat meliputi aspek pengetahuan, ketrampilan, dan sikap lawan bicara.
Jadi, berdasarkan uraian ini maka kita dapat menyimpulkan bahwa komunikasi itu terdiri dari sekurang-kurangnya 5 unsur yakni:
1. Komunikator (pemberi informasi)
2. Pesan
3. Media (saluran)
4. Komunikan (penerima informasi/pesan)
5. Efek (pengaruh).
Teknologi Komunikasi, dan Informasi
Teknologi komunikasi merupakan ruang lingkup ketiga dari sosiologi komunikasi. Mengapa? Berbicara komunikasi, apalagi komunikasi massa tidak bisa kita pisahkan dari persoalan teknologi komunikasi dan informasi. Ingat, pada bagian sebelumnya kita telah membicarakan bahwa teknologi komunikasi merupakan salah satu saluran/channel yang digunakan untuk berkomunikasi dengan orang lain.
Apa itu teknologi komunikasi? Untuk menyamakan pemahaman kita, mari kita merujuk pada beberapa pandangan para ahli berikut.
Menurut Alter (Bungin, 2006 : 30), teknologi informasi mencakup perangkat keras dan perangkat lunak untuk melaksanakan satu atau sejumlah tugas pemrosesan data seperti menangkap, mentransmisikan, menyimpan, mengambil, memanipulasi, atau menampilkan data.
Martin (Bungin, 2006 : 30) mendefinisikan teknologi informasi tidak hanya terbatas pada teknologi komputer (perangkat keras dan perangkat lunak) yang digunakan untuk memproses dan menyimpan informasi, melainkan juga mencakup teknologi komunikasi untuk mengirimkan informasi.
Berdasarkan definisi tersebut di atas maka kita dapat menyimpulkan bahwa teknologi komunikasi berhubungan erat dengan perangkat keras dan lunak yang dapat digunakan untuk memproses dan mengirimkan informasi.
Sosiologi Komunikasi
Setelah anda memahami konsep-konsep sosiologi dan komunikasi, sekarang apa yang anda ketahui tentang sosiologi komunikasi. Secara sederhana, anda dapat membuat definisi sederhana dengan menghubungkan kedua konsep tersebut.
Namun untuk menyeragamkan pemahaman, tidak ada salahnya kalau anda memperhatikan beberapa pengertian berikut ini. Stephen F. Steele dalam Anne Arundel Community College and The Society for Applied Sociology (2002), sebagaimana dikutip Liliwery (Tanpa Tahun, hal 4), bahwa sosiologi komunikasi adalah studi yang mempelajari perilaku kolektif akibat media.
Selanjutnya, Liliwery sendiri memahami sosiologi komunikasi dalam dua bagian yakni level makro dan mikro. Dalam arti luas (makro), Liliwery berpendapat bahwa sosiologi komunikasi merupakan cabang dari sosiologi yang mempelajari atau menerangkan mengenai prinsip-prinsip keilmuan (ilmu sosial, sosiologi) tentang bagaimana proses komunikasi manusia dalam kelompok atau masyarakat. Sementara dalam artian sempit (mikro), Liliwery mendefinisikan sosiologi komunikasi sebagai cabang dari sosiologi yang mempelajari atau yang menerangkan mengenai prinsip-prinsip keilmuan (ilmu sosial, sosiologi) tentang bagaimana proses komunikasi manusia dalam konteks komunikasi massa dari suatu masyarakat.
Apa kesimpulannya? Ingat, sosiologi komunikasi adalah cabang dari sosiologi. Secara sederhana anda dapat mengatakan bahwa sosiologi komunikasi adalah cabang dari sosiologi yang mempelajari bagaimana proses pertukaran pesan/informasi terjadi dalam konteks masyarakat.
Ranah, Kompleksitas, dan Obyek Sosiologi Komunikasi
Ranah sama dengan domain, atau bisa juga dikatakan sebagai wilayah kerja. Sebagai sebuah disiplin ilmu, sosiologi komunikasi memiliki ranah/domain.
Menurut Bungin (2007:36), domain atau ranah sosiologi adalah individu, kelompok, masyarakat, dan sistem dunia. Selanjutnya, ranah-ranah ini juga bersentuhan langsung dengan wilayah lainnya seperti komunikasi, efek media massa, budaya kosmopolitan, proses dan interaksi sosial, dan teknologi informasi dan komunikasi.
Ranah dari sosiologi komunikasi seolah-olah, sama dengan ranah dari sosiologi. Namun, tidaklah demikian. Sosiologi komunikasi tidak mengambil utuh ranah dari sosiologi. Begitu pula dengan komunikasi. Ranah sosiologi komunikasi juga tidak mengambil ranah komunikasi secara keseluruhan.
Lalu, bagaimana hubungan antara ranah sosiologi komunikasi dengan ranah dari sosiologi dan komunikasi? Ternyata, sosiologi komunikasi menjembatani kajian-kajian yang dibicarakan baik dalam bidang ilmu komunikasi maupun sosiologi. Sebagaimana dibahas sebelumnya dalam pengertian sosiologi komunikasi bahwa sosiologi komunikasi bukanlah ilmu yang berdiri sendiri. Ia merupakan salah satu cabang dari sosiologi yang secara khusus membicarakan hal-hal yang berkenaan dengan proses komunikasi dalam masyarakat.
Dengan demikian, kita dapat mengerti bahwa sosiologi komunikasi memperbincangkan berbagai isu berkenaan dengan komunikasi berdasarkan perspektif sosiologis. Misalnya saja, dampak media massa bagi masyarakat, dan sebagainya.
Kompleksitas Sosiologi Komunikasi
Studi sosiologi komunikasi bersifat interdisipliner. Artinya, sosiologi tidak saja membatasi diri pada persoalan komunikasi dan seluk beluknya, tetapi juga membuka diri pada kontribusi disiplin ilmu lainnya seiring dengan perkembangan masyarakat dan kemajuan zaman. Karena bersentuhan langsung dengan berbagai disiplin ilmu, maka dapatlah dikatakan bahwa studi sosiologi komunikasi sedikit rumit atau kompleks.
Studi sosiologi komunikasi ikut dipengaruhi oleh perkembangan berbagai bidang ilmu di sekitarnya mulai dari perkembangan teknologi, budaya, sosiologi, hukum, ekonomi, dan bahkan negara. Bidang ilmu yang paling mempengaruhi perkembangan sosiologi komunikasi adalah teknologi komunikasi dan informasi. Hal ini terjadi karena perubahan dan kemajuan teknologi komunikasi cenderung membawa dampak yang cukup besar terhadap kemajuan dan perubahan pada bidang-bidang ilmu lainnya seperti budaya, ekonomi, dan seterusnya.
Obyek Sosiologi Komunikasi
Anda tentu masih ingat, bukan bahwa objek materiil dari semua ilmu sosial adalah manusia. Sebagai salah satu disiplin ilmu sosial, sosiologi komunikasi juga menempatkan manusia sebagai objek kajian materiilnya.
Mari kita bahas satu per satu. Manusia sebagai objek materiil dari sosiologi komunikasi, berkenaan dengan aktifitas sosial manusia. Kita tahu, manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa hidup sendiri. Setiap kita butuh orang lain. Anda masih ingat bukan bahwa salah satu aksioma dalam komunikasi yakni manusia tidak bisa tidak berkomunikasi. Sehingga dalam konteks sosiologi komunikasi, persoalan manusia difokuskan pada interaksi sosialnya dengan manusia lainnya dalam masyarakat.
Selanjutnya, objek formal dari sosiologi komunikasi adalah proses sosial dan komunikasi dalam masyarakat atau interaksi sosial. teknologi telekomunikasi, media dan informatika. Kita tahu, kemajuan teknologi sangat membawa dampak dan perubahan yang besar dalam hampir seluruh aspek masyarakat. Salah satunya media massa. Pengaruh media massa bagi masyarakat tidak bisa terlepas dari kemajuan dan kecanggihan teknologi komunikasi. Efek media massa ikut membentuk berbagai perubahan dalam masyarakat. Sebut saja, ada perubahan pola dan gaya hidup masyarakat, menciptakan perubahan sosial dan pola komunikasi dalam masyarakat, hingga terciptanya komunitas atau masyarakat maya. Selain itu, pengaruh teknologi komunikasi pun dapat merambah ke dunia ekonomi dan hukum.
Daftar Pustaka
1. Bungin, Burhan. 2006. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma dan diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Prenada Media Group.
2. Liliweri, Aloysius. Tanpa Tahun. Bahan Kuliah Sosiologi Media. Kupang: Fisip, Sosiologi.
3. Efendy, O. U., 1997. Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Budaya Massa (Budaya Populer)

Kritik terhadap budaya massa atau populer kini memasuki lebih dari dua ratus tahun, dan dalam bentuk kontemporernya. Herbert J. Gans membagi kritik-kritik tersebut ke dalam empat tema, yaitu:
  1. Karakter negatif dari penciptaan budaya massa. Budaya populer tidak disukai sebab tidak seperti budaya tinggi, ini diproduksi secara massal oleh pengusaha yang berorientasi profit semata untuk kepuasan para audiens;
  2. Pengaruh negatif terhadap budaya tinggi. Budaya populer terbawa dari budaya tinggi, sehingga merendahkannya, dan juga daya tarik bagi jalan para kreator budaya tinggi, lalu menghabiskan mata air talenta;
  3. Efek negatif budaya populer terhadap audiens. Konsumsi budaya populer mengandung kesenangan yang terbaik, dan hal ini membawa dampak buruk yang berbahaya secara emosional kepada audiens;
  4. Efek negatif kepada masyarakat. Distribusi yang luas terhadap budaya populer tidak hanya mengurangi tingkat kualitas budaya—atau masyarakat madani—tetapi juga mendorong totalitarianisme dengan penciptaan suatu audiens yang pasif, responsif yang ganjil kepada teknik persuasi massa yang digunakan dengan bakat diktatorsif.
Cacat Budaya Populer sebagai suatu Usaha Komersial
Aliran kritis terhadap proses dimana budaya populer diciptakan terdiri atas tiga hal: 1) budaya massa adalah suatu industri yang terorganisasikan untuk profit, ia diproduksi untuk industri ini untuk menguntungkan; 2) ia harus mencipta suatu produk yang serba sama dan terstandadisasikan guna menyesuaikan terhadap sekelompok audiens massa, dan 3) hal itu membutuhkan suatu proses industri yang mentransformasi pencipta sebagai pekerja terhadap suatu produksi massa lini rakitan, yang membuat pencipta menyerah terhadap ekspresi individual pada keterampilan dan nilai dirinya. Analisis ini dipertajam oleh pernyataan Dwight MacDonald.
Perbedaan di antara Budaya-budaya LAINNYA
Pengaruh sistematik untuk mengevaluasi tiga hal di atas masih langka, namun perbedaan antara budaya populer dengan budaya tinggi sebagaimana institusi ekonomi adalah lebih kecil dari yang dianjurkan. Untuk memastikan, budaya populer didistribusikan oleh perusahaan bermotifkan profit yang mencoba memaksimalkan jumlah audiens, namun kemudian ini menyebabkannya sebagai budaya tinggi.
Satu perbedaan utama antara budaya populer dan budaya tinggi adalah pada ukuran dan heterogenitas dari total audiens. Budaya tinggi membidik sejumlah kecil orang-orang, mungkin tidak lebih dari separuh juta di semua negara bagian di AS, dimana program TV yang terkenal mungkin ditonton oleh lebih dari 40 juta. Sedangkan budaya populer lebih besar, juga lebih heterogen, dan meskipun budaya tinggi dibanggakan namun terbatas pada selera individualitas sebagai fakta budaya tinggi ini lebih homogen daripada budaya populer publik. Berdasarkan ukuran audiens, budaya populer diproduksi-massal, namun dengan demikian juga mengandung budaya tinggi yang banyak seperti buku-buku, rekaman, dan film-film. Beberapa para pengguna budaya tinggi cukup kaya untuk membeli lukisan asli, namun sebagian besar—sebagaimana pembeli seni populer—harus puas dengan cetakan produksi-massal.
Bahaya Budaya Populer terhadap Budaya Konteks Tinggi
Tema kedua dari kritik budaya massa ini adalah dua hal, yakni: budaya populer membawa serta konten dari budaya tinggi dengan konsekuansi merendahkan derajatnya, dan ini, dengan memberikan insentif ekonomis, budaya populer mampu memikat para pencipta budaya tinggi, sehingga merusak kualitas budaya tinggi itu. Van den Haag menjelaskan konsepsi prosesnya sebagai berikut: “Korupsi terhadap budaya tinggi dengan budaya populer terjadi dalam sejumlah bentuk, memulai secara langsung pencampuran. Misalnya Bach digulai oleh Stokowski, Bizet diracuni oleh Rodgers dan HammersteinFreud divulgarkan ke dalam kolom-kolom surat kabar (bagaimana menjadi bahagia dengan penyesuaian yang baik). Korupsi juga berada dalam bentuk mutilasi dan kondensasi… pekerjaan dipotong, dikondensasikan, disederhanakan dan ditulis-ulangkan hingga pada semua yang mungkin—pengalaman dan estetika yang masih asing—digagahi.”
Pengaruh Budaya Populer terhadap Audiens
Hal ketiga—dan jauh lebih serius dampaknya—adalah tema kritik bahwa budaya massa menyalahkan budaya populer memproduksi pengaruh-pengaruh berbahaya terhadap orang-orang yang menggunakannya. Sejumlah pengasuh khusus telah ditemukan: budaya populer secara emosional merusak sebab di dalamnya terkandung kesenangan semu dan membrutalkan kekerasan dan seks; inilah yang secara intelektual merusak sebab ia hanya mengejar konten yang merintangi audiens untuk melihat kenyataan; dan inilah yang merusak secara budaya, menghalangi kemampuan orang untuk ambil-bagian pada budaya tinggi.
PENGARUH BUDAYA POPULER
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa orang-orang memilih isi media untuk memenuhi kebutuhan individual dan kelompoknya daripada menyesuaikan kehidupannya dengan apa yang diutarakan media atau keagungan. Mereka bukan individu terisolasi yang lapar seperti budak dan lalu menelan apa saja yang disajikan media, namun mereka adalah keluarga-keluarga, pasangan, dan kelompok sebaya yang menggunakan media ketika dan jika isi media relevan dengan tujuan dan kebutuhan kelompok. Dus, audiens tidak dapat diperhitungkan sebagai massa. Terlebih lagi orang-orang sedikit memperhatikan media dan sedikit dikuasai oleh kontennya daripada kritik—mereka yang lebih sensitif pada verbal dan simbol material lainnya, percaya. Mereka menggunakan media untuk hiburan (selingan) dan tidak akan berpikir penerapan isinya ke dalam kehidupannya. Akhirnya, pilihan konten dipengaruhi oleh persepsi selektif, sehingga orang-orang sering memilih konten yang sesuai dengan nilai dirinya dan menginterpretasikan isi yang komplikasi sehingga mendukung nilai tersebut. Maka pengaruh utama media adalah untuk mengokohkan perilaku dan sikap yang sudah ada daripada menciptakan yang baru.
Dalam perkembangan terakhir, riset tentang pengaruh memperhatikan pengaruhnyaterhadap kekerasan, khususnya terhadap perilaku anak-anak. Penelitian Herbert J. Gans terhadap tema ini menyarankan bahwa sikap dan aksi kekesaran pada media hanya untuk sebagian orang pada waktu yang bersamaan. Untuk memastikannya, studi laboratori memperlihatkan dalam jangka waktu lama bahwa film kekerasan mempengaruhi gerak-hati dan aksi diantara subyek anak-anak setelah menonton, namun tak seorang pun memperlihatkan pengaruh yang masif dalam jangka panjang. Studi di luar ruang memperlihatkan beberapa korelasi antara kekerasan televisi dan perilaku agresif yang biasanya dihasilkan dari kelompok konflik yang sering muncul secara spontan–kecuali anak-anak yang menonton—sulit untuk membayangkan bahwa televisilah penyebabnya atau yang mempertajam ekspresi agresifnya. Televisi dan media lainnya secara sederhana tidak ‘bermain’ dalam seluruh hidup anak-anak; aksi dan sikapnya yang diambil dari orangtua masing-masing dan sebayanya sejauh ini lebih beralasan.
Jika media memiliki suatu pengaruh signifikan terhadap sikap dan perilaku agresif sebagai kritik beberapa peneliti, peningkatan kekerasan secara konstan dimanifestasikan di Amerika sejak munculnya media massa, tetapi studi historikal mengatakan bahwa krminial kekerasan telah menurun selama periode yang sama. Tambahan lagi, anak-perempuan dan kaum berada bertindak sebagai cenderung-mendapat kekerasan sebagainmana anak laki-laki dan kaum miskin, namun studi ini memperlihatkan konsistensi pada anak-anak perempuan tidak bereaksi agresif setelah menonton kekerasan di media. Lebih lanjut, kemiskinan membenihkan kekerasan bahkan sebelum media massa ditemukan.
Observasi tersebut mengenai kekerasan media dan seks diterapkan ke dalam elemen kritis lainnya pada budaya populer dengan baik. Dengan pengukuran tujuan lainnya, fitur budaya populer banyak yang menghasilkan kebahagiaan pada akhirnya, para pahlawan dengan kekuatan super alami dan kebajikan-kebajikan lainnya, dan menyusun solusi terhadap masalah, di antaranya.
PENGARUH BERITA
Pengaruh berita tidak pernah diselidiki secara seksama, meskipun terdapat beberapa pengaruh dalam berita yang mengandung lebih dari apa yang mayoritas audiens inginkan untuk diterima, pemirsa tidak secara separuh-separuh mencurahkan, bahkan pada program berita yang menjadi favoritnya pun, dan orang-orang itu menggunakan sikap politiknya terhadap sumber berita televisi yang jadi favoritnya. Studi terdahulu terhadap pengaruh film propaganda dan dokumenter memperlihatkan bahwa mereka mengubah beberapa sikap.
Penggunaan periklanan politik adalah sangat berbahaya ketika para calon bersaing—atau isu-isu—memiliki sumber yang tidak imbang dan orang yang mempengaruhi dapat mendominasi media. Sebagian besar pengaruh media berita kemungkinan dihasilkan dari berita-berita ketimbang dari periklanan politik, dan dari cara berita dipresentasikan. Beberapa peneliti komunikasi massa mendebat bahwa pengaruh utama berita media adalah “agenda setting”, yang dilaporkan media sebagai berita tentang debat politik, atau sebagaimana disebut Steven Chaffee sebagai “komunikasi massa melayani lebih untuk menentukan pertanyaan-pertanyaan daripada jawaban-jawaban yang dirujuk audiens dalam meraih keputusan politik.
Dalam beberapa tahun terakhir, para jurnalis lebih perhatian pada bias-bias yang disengaja dan tak-disengaja, sebagian karena kritik dari kedua kalangan Kiri dan Kanan. Dalam mengonseptualkan, penelitian, dan penganalisaan peristiwa yang dijelaskan, mereka tidak dapat membantu namun bekerja dari perspektif masyarakat atau setidaknya dari profesi mereka, kelas, dan kelompok-usia, diantara lainnya, dan dari nilai-nilai dan kelompok kepentingan dengan hal itu.
Pengaruh dari nilai diri para wartawan sendiri—atau cara menentukan peristiwa yangpunya nilai-berita—terhadap audiens kemungkinan lebih kecil daripada pikiran secara umum, untuk dengan respek kepada peristiwa dan isu tentang kepedulian orang secara mendalam, mereka menlandaskan kepada sumber informasi lebih dari seorang—dan bias. Media mungkin lebih berpengaruh terhadap persepsi peristiwa dan isu-isu tentang perhatian publik yang kurang, khususnya di luar AS.
Pengaruh utama berita media adalah secara tidak langsung; yakni, jurnalis membantu untuk mencipta dan menggambarkan masyarakat dan dunia terhadap hal yang dilaporkan. Politisi dan pengambil keputusan publik lainnya tidak hanya melihat pada gambaran ini tetapi juga mencoba untuk menentukan bagaimana opini publik akan bereaksi atas itu, yang dipengaruhi oleh keputusan sesudahnya.
Bahaya Budaya Populer pada Masyarakat
Kritik terhadap efek budaya populer terhadap masyarakt mengandung dua hal. Pertama, bahwa budaya populer selera (yang lebih) rendah masyarakat secara keseluruhan, sehingga menurangi kualitasnya sebagai masyarakat. Kedua, hal itu dianjurkan karena media massa dapat “menakortikakan” dan “mengatomkan” orang-orang, turut menyebabkan mereka dicurigai terhadap teknik persuasi massa dengan keterampilan demagogues yang mencabut demokrasi. Bernard Rosenberg merangkumnya sebagai berikut: “Pada tempatnya yang  terburuk, budaya massa diperlakukan tidak hanya untuk mengkerdilkan selera tetapi untuk membuat brutal sembari memberi jalan kepada totaliterianisme.
Pernyataan yang lebih luas pada hal yang kedua, seringkali diidentifikasi dengan Kiri Baru tetapi juga bersuara di Kanan, itulah budaya massa yang bertentangan dengan demokrasi. Herbert Marcuse menlihatnya bahwa, pengawasan dengan teknologi modern pada perusahaan telah menjadi lokomotif masyarakat dimana budayapopuler membuat orang lebih dan lebih nyaman dalam kehidupannya dengan menyembahnya untuk kebebasan sebagai perlawanan atas apa yang ada dalam realita dalam sistem sosial yang bejat yang membiarkan kemiskinan, perang imperialistik pengupahan terhadap petani yang tak berdaya ketidaksepakatan perijinan yang hanya sepanjang ketidakefektifannya.
BUDAYA DAN TINGKAT CITARASA
Gnas menyebut bahwa iaa percaya pada kedua kemasyarakatan dan budaya populer sebagai hal yang tidak tepat. Alasan bahwa budaya populer menarik gerbong menuju suatu kemunduran masyarakat dari tingkat citarasa adalah dasar terhadap suatu perbandingan yang lonjong, dengan fitur terbaik dari perbandingan terakhir kepada penampilannya yang terburuk. Penulis seperti Oswald Sprengler dan Jose Ortega y Gasset mengingatkan kita hanya sejarah Shakespears dan Beethovens dan melupakan bakat para kerabatnya yang diabaikan. Hal yang sama, bahwa mereka mengingat jenis khusus dari seni suara, tetapi lupa yang lainnya yang lebih brutal atau vulgar daripada sesuatu dalam budaya populer hari ini.
BUDAYA DAN TOTALITARIANISME
Pernyataan bahwa budaya populer dapat menjadi lokomotif ke arah totalitarianisme adalah berdasarkan pada argumen yang menjadi pusat masyarakat, dan apa yang oleh Karl Mannheim sebut sebagai “rasionalisasi fungsional”, keluarga dan kelompok utama dan asosiasi sukarela dan kelompok sekunder yang berdiri di antara individu dan negara telah kehilangan kekuatan, meninggalkan individual sebagai suatu atom yang kehilangan-daya vis-a-vis negara.
Analisis dibutuhkan untuk memecahkan ke dalam elmen pengikut. Hal ini benar bahwa Negara dapat mengambil alih media-massa masyarakat ke dalam sasarannya sendiri, yang mungkin terjadi pada masa perang bahkan di negara sistem demokratis sekali pun.
Bahkan juga, ketika kekuasaan negara meningkat, dan dalam kondisi krisis, mungkin orang-orang menjadi lebih takut dan sering-panik, atau juga diperlakukan oleh perubahan sosial yang mereka inginkan untuk memberi kekuasaan kepada pemimpin yang kuat yang bisa menjanjikan jalan keluar atas masalaha yang dihadapi.
Karena media membantu mempertajam budaya dan iklim politik masyarakat, mereka secara konstan menyusun kembalidengan suatu tekanan, dan bahkan dengan upaya pengambilalihan. Sebagian mengenai hal ini adalahbenar dalam televisi. Dalam masyarakat demokratik, solusi ideal harusnya memiliki media yang terorganisasi sebagai institusi nonprofit yang dapat memisahkan diri dari pemerintah, komersial, dan tekanan lainnya, tetapi hal ini sangat tepat sebagai institusi yang sulit mendapatkannya. Penyiaran publik, walaupun instutusi nonprofit seringkali kurang sukses daripada jejaring televisi komersial dalam bertahan melawan tekanan dari pemerintah, atau dari bisnis dan para pemimpin “madani” yang duduk dalam jajaran penentu keputusan.
Bagi Marcuse, budaya populer adalah berbahaya tidak hanya kepada penggunanya, tetapi juga sebab ia “mencandui” mereka untuk menerima status quo politik.
Sumber-sumber dan Bias-bias Kritik Budaya Massa
Ketika membandingkan pengaruh empiris dengan lainnya, kritik budaya massa tidak berdiri tegak dengan baik. Tidak hanya kesamaannya dalam bagaimana budaya populer dan budaya tinggi diciptakan, tetapi sikap sebelumnya tanpa sejati yang mengarah ke budaya tinggi atau penciptanya. Terlebih lagi, budaya populer mengandung tidak hanya pengaruh, kecuali mungkin terhadap orang-orang minoritas yang mengkonsumsinya. Sebab ada kesenjangan dalam kesluruhan efek, hal ini tak dapat dipertimbangkan sebagai suatu sumber bahaya kepada masyarakat atau kepada bentuk demokratis dari pemerintah.
Konsekuansinya, kritik adalah suatu pernyatan secara luas atas estetika yang tak memuaskan dengan isi budaya populer, disesuaikan dengan perkiraan yang salah dari efek negatif dan berdasarkan pada suatu konsepsi yang keliru dari kegunaan dan fungsi budaya populer.

Referensi
Gans, Herbert J. Popular Culture and High Culture: An Analysis and Evaluation of Taste. New York: Basic Books, Inc. Publishers.

Dampak Positif dan Negatif Akibat Perkembangan Teknologi Internet Internet adalah jaringan komputer yang terhubung secara internasional dan tersebar di seluruh dunia. Jaringan ini meliputi jutaan pesawat komputer yang terhubung satu dengan yang lainnya dengan memanfaatkan jaringan telepon (baik kabel maupun gelombang elektromagnetik).Jaringan jutaan komputer ini memungkinkan berbagai aplikasi dilaksanakan antar komputer dalam jaringan internet dengan dukungan software dan hardware yang dibutuhkan. Untuk bergabung dalam jaringan ini, satu pihak ( dalam hal ini provider ) harus memiliki program aplikasi serta bank data yang menyediakan informasi dan data yang dapat di akses oleh pihak lain yang tergabung dalam internet. Pihak yang telah tergabung dalam jaringan ini akan memiliki alamat tersendiri ( bagaikan nomor telepon ) yang dapat dihubungi melalui jaringan internet. Provider inilah yang menjadi server bagi pihak-pihak yang memiliki personal komputer ( PC ) untuk menjadi pelanggan ataupun untuk mengakses internet. Sejalan dengan perkembangan zaman, kemajuan teknologi internet juga semakin maju. ‘Internet’ adalah jaringan komputer yang dapat menghubungkan suatu komputer atau jaringan komputer dengan jaringan komputer lain, sehingga dapat berkomunikasi atau berbagi data tanpa melihat jenis komputer itu sendiri. Pada tahun 1999, jumlah komputer yang telah dihubungkan dengan internet di seluruh dunia mencapai lebih dari 40 juta dan jumlah ini terus bertambah setiap hari. Saat ini jumlah situs web mencapai jutaan, bahkan mungkin trilyunan, isinya memuat bermacam-macam topik. Tentu saja, situs-situs itu menjadi sumber informasi baik yang positif ataupun negatif. Informasi dikatakan positif apabila bermanfaat untuk penelitiaan. Di bawah ini akan dijelaskan dampak-dampak positif maupun negatif dari penggunaan internet. Dampak Positif:1. Internet sebagai media komunikasi, merupakan fungsi internet yang paling banyak digunakan dimana setiap pengguna internet dapat berkomunikasi dengan pengguna lainnya dari seluruh dunia. 2. Media pertukaran data, dengan menggunakan email, newsgroup, ftp dan www (world wide web – jaringan situs-situs web) para pengguna internet di seluruh dunia dapat saling bertukar informasi dengan cepat dan murah. 3. Media untuk mencari informasi atau data, perkembangan internet yang pesat, menjadikan www sebagai salah satu sumber informasi yang penting dan akurat. 4. Kemudahan memperoleh informasi yang ada di internet sehingga manusia tahu apa saja yang terjadi. 5. Bisa digunakan sebagai lahan informasi untuk bidang pendidikan, kebudayaan, dan lain-lain 6. Kemudahan bertransaksi dan berbisnis dalam bidang perdagangan sehingga tidak perlu pergi menuju ke tempat penawaran/penjualan.Dampak Negatif Pornografi Anggapan yang mengatakan bahwa internet identik dengan pornografi, memang tidak salah. Dengan kemampuan penyampaian informasi yang dimiliki internet, pornografi pun merajalela.Untuk mengantisipasi hal ini, para produsen ‘browser’ melengkapi program mereka dengan kemampuan untuk memilih jenis home-page yang dapat di-akses.Di internet terdapat gambar-gambar pornografi dan kekerasan yang bisa mengakibatkan dorongan kepada seseorang untuk bertindak kriminal.Violence and Gore Kekejaman dan kesadisan juga banyak ditampilkan. Karena segi bisnis dan isi pada dunia internet tidak terbatas, maka para pemilik situs menggunakan segala macam cara agar dapat ‘menjual’ situs mereka. Salah satunya dengan menampilkan hal-hal yang bersifat tabu. Penipuan Hal ini memang merajalela di bidang manapun. Internet pun tidak luput dari serangan penipu. Cara yang terbaik adalah tidak mengindahkan hal ini atau mengkonfirmasi informasi yang Anda dapatkan pada penyedia informasi tersebut. Carding Karena sifatnya yang ‘real time’ (langsung), cara belanja dengan menggunakan Kartu kredit adalah carayang paling banyak digunakan dalam dunia internet. Para penjahat internet pun paling banyak melakukan kejahatan dalam bidang ini. Dengan sifat yang terbuka, para penjahat mampu mendeteksi adanya transaksi (yang menggunakan Kartu Kredit) on-line dan mencatat kode Kartu yang digunakan. Untuk selanjutnya mereka menggunakan data yang mereka dapatkan untuk kepentingan kejahatan mereka. Perjudian Dampak lainnya adalah meluasnya perjudian. Dengan jaringan yang tersedia, para penjudi tidak perlu pergi ke tempat khusus untuk memenuhi keinginannya. Anda hanya perlu menghindari situs seperti ini, karena umumnya situs perjudian tidak agresif dan memerlukan banyak persetujuan dari pengunjungnya.1. Mengurangi sifat sosial manusia karena cenderung lebih suka berhubungan lewat internet daripada bertemu secara langsung (face to face). 2. Dari sifat sosial yang berubah dapat mengakibatkan perubahan pola masyarakat dalam berinteraksi. 3. Kejahatan seperti menipu dan mencuri dapat dilakukan di internet (kejahatan juga ikut berkembang). 4. Bisa membuat seseorang kecanduan, terutama yang menyangkut pornografi dan dapat menghabiskan uang karena hanya untuk melayani kecanduan tersebut

Dampak Positif dan Negatif Akibat Perkembangan Teknologi Internet

Internet adalah jaringan komputer yang terhubung secara internasional dan tersebar di seluruh dunia. Jaringan ini meliputi jutaan pesawat komputer yang terhubung satu dengan yang lainnya dengan memanfaatkan jaringan telepon (baik kabel maupun gelombang elektromagnetik).Jaringan jutaan komputer ini memungkinkan berbagai aplikasi dilaksanakan antar komputer dalam jaringan internet dengan dukungan software dan hardware yang dibutuhkan. Untuk bergabung dalam jaringan ini, satu pihak ( dalam hal ini provider ) harus memiliki program aplikasi serta bank data yang menyediakan informasi dan data yang dapat di akses oleh pihak lain yang tergabung dalam internet.
Pihak yang telah tergabung dalam jaringan ini akan memiliki alamat tersendiri ( bagaikan nomor telepon ) yang dapat dihubungi melalui jaringan internet. Provider inilah yang menjadi server bagi pihak-pihak yang memiliki personal komputer ( PC ) untuk menjadi pelanggan ataupun untuk mengakses internet.
Sejalan dengan perkembangan zaman, kemajuan teknologi internet juga semakin maju. ‘Internet’ adalah jaringan komputer yang dapat menghubungkan suatu komputer atau jaringan komputer dengan jaringan komputer lain, sehingga dapat berkomunikasi atau berbagi data tanpa melihat jenis komputer itu sendiri.
Pada tahun 1999, jumlah komputer yang telah dihubungkan dengan internet di seluruh dunia mencapai lebih dari 40 juta dan jumlah ini terus bertambah setiap hari. Saat ini jumlah situs web mencapai jutaan, bahkan mungkin trilyunan, isinya memuat bermacam-macam topik. Tentu saja, situs-situs itu menjadi sumber informasi baik yang positif ataupun negatif. Informasi dikatakan positif apabila bermanfaat untuk penelitiaan. Di bawah ini akan dijelaskan dampak-dampak positif maupun negatif dari penggunaan internet.
Dampak Positif:1.     Internet sebagai media komunikasi, merupakan fungsi internet yang paling banyak digunakan dimana setiap pengguna internet dapat berkomunikasi dengan pengguna lainnya dari seluruh dunia. 2.     Media pertukaran data, dengan menggunakan email, newsgroup, ftp dan www (world wide web – jaringan situs-situs web) para pengguna internet di seluruh dunia dapat saling bertukar informasi dengan cepat dan murah. 3.     Media untuk mencari informasi atau data, perkembangan internet yang pesat, menjadikan www sebagai salah satu sumber informasi yang penting dan akurat. 4.     Kemudahan memperoleh informasi yang ada di internet sehingga manusia tahu apa saja yang terjadi. 5.     Bisa digunakan sebagai lahan informasi untuk bidang pendidikan, kebudayaan, dan lain-lain 6.     Kemudahan bertransaksi dan berbisnis dalam bidang perdagangan sehingga tidak perlu pergi menuju ke tempat penawaran/penjualan.Dampak Negatif
Pornografi
Anggapan yang mengatakan bahwa internet identik dengan pornografi, memang tidak salah. Dengan kemampuan penyampaian informasi yang dimiliki internet, pornografi pun merajalela.Untuk mengantisipasi hal ini, para produsen ‘browser’ melengkapi program mereka dengan kemampuan untuk memilih jenis home-page yang dapat di-akses.Di internet terdapat gambar-gambar pornografi dan kekerasan yang bisa mengakibatkan dorongan kepada seseorang untuk bertindak kriminal.
Violence and Gore
Kekejaman dan kesadisan juga banyak ditampilkan. Karena segi bisnis dan isi pada dunia internet tidak terbatas, maka para pemilik situs menggunakan segala macam cara agar dapat ‘menjual’ situs mereka. Salah satunya dengan menampilkan hal-hal yang bersifat tabu.

Penipuan
Hal ini memang merajalela di bidang manapun. Internet pun tidak luput dari serangan penipu. Cara yang terbaik adalah tidak mengindahkan hal ini atau mengkonfirmasi informasi yang Anda dapatkan pada penyedia informasi tersebut.
Carding
Karena sifatnya yang ‘real time’ (langsung), cara belanja dengan menggunakan Kartu kredit adalah carayang paling banyak digunakan dalam dunia internet. Para penjahat internet pun paling banyak melakukan kejahatan dalam bidang ini. Dengan sifat yang terbuka, para penjahat mampu mendeteksi adanya transaksi (yang menggunakan Kartu Kredit) on-line dan mencatat kode Kartu yang digunakan. Untuk selanjutnya mereka menggunakan data yang mereka dapatkan untuk kepentingan kejahatan mereka.
Perjudian
Dampak lainnya adalah meluasnya perjudian. Dengan jaringan yang tersedia, para penjudi tidak perlu pergi ke tempat khusus untuk memenuhi keinginannya. Anda hanya perlu menghindari situs seperti ini, karena umumnya situs perjudian tidak agresif dan memerlukan banyak persetujuan dari pengunjungnya.1.     Mengurangi sifat sosial manusia karena cenderung lebih suka berhubungan lewat internet daripada bertemu secara langsung (face to face). 2.     Dari sifat sosial yang berubah dapat mengakibatkan perubahan pola masyarakat dalam berinteraksi. 3.     Kejahatan seperti menipu dan mencuri dapat dilakukan di internet (kejahatan juga ikut berkembang).
4.     Bisa membuat seseorang kecanduan, terutama yang menyangkut pornografi dan dapat menghabiskan uang karena hanya untuk melayani kecanduan tersebut

Komunikasi Dalam Organisasi

KOMUNIKASI dalam ORGANISASI

(sub kajian Periku Organisasi)
Sebelum membahas pengertian komunikasi organisasi sebaiknya kita uraikan terminologi yang melekat pada konteks komunikasi organisasi, yaitu komunikasi dan organisasi.  Komunikasi berasal dari bahasa latin “communis” atau ‘common” dalam Bahasa Inggris yang berarti sama. Berkomunikasi berarti kita berusaha untuk mencapai kesamaan makna, “commonness”.  Atau dengan ungkapan yang lain, melalui komunikasi kita mencoba berbagi informasi, gagasan atau sikap kita dengan partisipan lainnya.  Kendala utama dalam berkomunikasi adalah seringkali kita mempunyai makna yang berbeda terhadap lambang yang sama.
Manusia di dalam kehidupannya harus berkomunikasi, artinya memerlukan orang lain dan membutuhkan kelompok atau masyarakat untuk saling berinteraksi. Hal ini merupakan suatu hakekat bahwa sebagian besar pribadi manusia terbentuk dari hasil integrasi sosial dengan sesama dalam kelompok dan masyarakat. Di dalam kelompok/organisasi itu selalu terdapat bentuk kepemimpinan yang merupakan masalah penting untuk kelangsungan hidup kelompok, yang terdiri dari pemimpin dan bawahan/karyawan. Di antara kedua belah pihak harus ada two-way-communications atau komunikasi dua arah atau komunikasi timbal balik, untuk itu diperlukan adanya kerja sama yang diharapkan untuk mencapai cita-cita, baik cita-cita pribadi, maupun kelompok, untuk mencapai tujuan suatu organisasi. Kerja sama tersebut terdiri dari berbagai maksud yang meliputi hubungan sosial/kebudayaan. Hubungan yang terjadi merupakan suatu proses adanya suatu keinginan masing-masing individu, untuk memperoleh suatu hasil yang nyata dan dapat memberikan manfaat untuk kehidupan yang berkelanjutan.
Bila sasaran komunikasi dapat diterapkan dalam suatu organisasi baik organisasi pemerintah, organisasi kemasyarakatan, maupun organisasi perusahaan, maka sasaran yang dituju pun akan beraneka ragam, tapi tujuan utamanya tentulah untuk mempersatukan individu-individu yang tergabung dalam organisasi tersebut. Berdasarkan sifat komunikasi dan jumlah komunikasi menurut Onong Uchyana Effendi, dalam bukunya “Dimensi-Dimensi Komunikasi” hal. 50, komunikasi dapat digolongkan ke dalam tiga kategori:
1. Komunikasi antar pribadi
Komunikasi ini penerapannya antara pribadi/individu dalam usaha menyampaikan informasi yang dimaksudkan untuk mencapai kesamaan pengertian, sehingga dengan demikian dapat tercapai keinginan bersama.
2. Komunikasi kelompok
Pada prinsipnya dalam melakukan suatu komunikasi yang ditekankan adalah faktor kelompok, sehingga komunikasi menjadi lebih luas. Dalam usaha menyampaikan informasi, komunikasi dalam kelompok tidak seperti komunikasi antar pribadi.


3. Komunikasi massa
Komunikasi massa dilakukan dengan melalui alat, yaitu media massa yang meliputi cetak dan elektronik.
Dalam melakukan komunikasi organisasi, Steward L.Tubbs dan Sylvia Moss dalam Human Communication menguraikan adanya 3 (tiga) model dalam komunikasi:
1.  Model komunikasi linier (one-way communication), dalam model ini komunikator memberikan suatu stimuli dan komunikan melakukan respon yang diharapkan tanpa mengadakan seleksi dan interpretasi. Komunikasinya bersifat monolog.
2.  Model komunikasi interaksional. Sebagai kelanjutan dari model yang pertama, pada tahap ini sudah terjadi feedback atau umpan balik. Komunikasi yang berlangsung bersifat dua arah dan ada dialog, di mana setiap partisipan memiliki peran ganda, dalam arti pada satu saat bertindak sebagai komunikator, pada saat yang lain bertindak sebagai komunikan.
3.   Model komunikasi transaksional. Dalam model ini komunikasi hanya dapat dipahami dalam konteks hubungan (relationship) antara dua orang atau lebih. Pandangan ini menekankan bahwa semua perilaku adalah komunikatif. Tidak ada satupun yang tidak dapat dikomunikasikan.
Mengenai organisasi, salah satu defenisi menyebutkan bahwa organisasi merupakan suatu kumpulan atau sistem individual yang melalui suatu hirarki/jenjang dan pembagian kerja, berupaya mencapai tujuan yang ditetapkan.  Dari batasan tersebut dapat digambarkan bahwa dalam suatu organisasi mensyaratkan:
1.    Adanya suatu jenjang jabatan ataupun kedudukan yang memungkinkan semua individu dalam organisasi tersebut memiliki perbedaan posisi yang jelas, seperti pimpinan, staff pimpinan dan karyawan.
2.    Adanya pembagian kerja, dalam arti setiap orang dalam sebuah institusi baik yang komersial maupun sosial, memiliki satu bidang pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya.
Dengan landasan konsep-konsep komunikasi dan organisasi sebagaimana yang telah diuraikan, maka kita dapat memberi batasan tentang komunikasi dalam organisasi secara sederhana, yaitu komunikasi antarmanusia (human communication) yang terjadi dalam kontek organisasi.  Atau dengan meminjam definisi dari Goldhaber, komunikasi organisasi diberi batasan sebagai arus pesan dalam suatu jaringan yang sifat hubungannya saling bergabung satu sama lain (the flow of messages within a network of interdependent relationships).
Sebagaimana telah disebut terdahulu, bahwa arus komunikasi dalam organisasi meliputi komunikasi vertikal dan komunikasi horisontal.  Masing-masing arus komunikasi tersebut mempunyai perbedaan fungsi yang sangat tegas.  Ronald Adler dan George Rodman dalam buku Understanding Human Communication, mencoba menguraikan masing-masing, fungsi dari kedua arus komunikasi dalam organisasi tersebut sebagai berikut:
1. Downward communication, yaitu komunikasi yang berlangsung ketika orang-orang yang berada pada tataran manajemen mengirimkan pesan kepada bawahannya.  Fungsi arus komunikasi dari atas ke bawah ini adalah:
a) Pemberian atau penyimpanan instruksi kerja (job instruction)
b) Penjelasan dari pimpinan tentang mengapa suatu tugas perlu untuk dilaksanakan (job retionnale)
c) Penyampaian informasi mengenai peraturan-peraturan yang berlaku (procedures and practices)
d) Pemberian motivasi kepada karyawan untuk bekerja lebih baik.
2.  Upward communication, yaitu komunikasi yang terjadi ketika bawahan (subordinate) mengirim pesan kepada atasannya.  Fungsi arus komunikasi dari bawah ke atas ini adalah:
a) Penyampaian informai tentang pekerjaan pekerjaan ataupun tugas yang sudah dilaksanakan
b) Penyampaian informasi tentang persoalan-persoalan pekerjaan ataupun tugas yang tidak dapat diselesaikan oleh bawahan
c) Penyampaian saran-saran perbaikan dari bawahan
d) Penyampaian keluhan dari bawahan tentang dirinya sendiri maupun pekerjaannya.
3.  Horizontal communication, yaitu tindak komunikasi ini berlangsung di antara para karyawan ataupun bagian yang memiliki kedudukan yang setara.  Fungsi arus komunikasi horisontal ini adalah:
a)  Memperbaiki koordinasi tugas
b)  Upaya pemecahan masalah
c)  Saling berbagi informasi
d)  Upaya pemecahan konflik
e)   Membina hubungan melalui kegiatan bersama.

Proses Komunikasi
Pada tataran teoritis, paling tidak kita mengenal atau memahami komunikasi dari dua perspektif, yaitu:
1.    Perspektif Kognitif.  Komunikasi menurut Colin Cherry, yang mewakili perspektif kognitif  adalah penggunaan lambang-lambang (symbols) untuk mencapai kesamaan makna atau berbagi informasi tentang satu objek atau kejadian.  Informasi adalah sesuatu (fakta, opini, gagasan) dari satu partisipan kepada partisipan lain melalui penggunaan kata-kata atau lambang lainnya.  Jika pesan yang disampaikan diterima secara akurat, receiver akan memiliki informasi yang sama seperti yang dimiliki sender, oleh karena itu tindak komunikasi telah terjadi.
2.    Perspektif Perilaku. Menurut BF. Skinner dari perspektif perilaku memandang komunikasi sebagai perilaku verbal atau simbolik di mana sender berusaha mendapatkan satu efek yang dikehendakinya pada receiver.  Masih dalam perspektif perilaku, FEX Dance menegaskan bahwa komunikasi adalah adanya satu respons melalui lambang-lambang verbal di mana simbol verbal tersebut bertindak sebagai stimuli untuk memperoleh respons.  Kedua pengertian komunikasi yang disebut terakhir, mengacu pada hubungan stimulus respons antara sender dan receiver.
Setelah kita memahami pengertian komunikasi dari dua perspektif yang berbeda, kita mencoba melihat proses komunikasi dalam suatu organisasi.  Menurut Jerry W. Koehler dan kawan-kawan, bagi suatu organisasi, perspektif perilaku dipandang lebih praktis karena komunikasi dalam organisasi bertujuan untuk mempengaruhi penerima (receiver).  Satu respons khusus diharapkan oleh pengirim pesan (sender) dari setiap pesan yang disampaikannya.  Ketika satu pesan mempunyai efek yang dikehendaki, bukan suatu persoalan apakah informasi yang disampaikan tersebut merupakan tindak berbagi informasi atau tidak.
Sekarang kita mencoba memahami proses komunikasi antarmanusia yang disajikan dalam suatu model berikut:
Proses komunikasi diawali oleh sumber (source) baik individu ataupun kelompok yang berusaha berkomunikasi dengan individu atau kelompok lain, sebagai berikut:
1.    Langkah pertama yang dilakukan sumber adalah ideation yaitu penciptaan satu gagasan atau pemilihan seperangkat informasi untuk dikomunikasikan.  Ideation ini merupakan landasan bagi suatu pesan yang akan disampaikan.
2.    Langkah kedua dalam penciptaan suatu pesan adalah encoding, yaitu sumber menerjemahkan informasi atau gagasan dalam wujud kata-kaya, tanda-tanda atau lambang-lambang yang disengaja untuk menyampaikan informasi dan diharapkan mempunyai efek terhadap orang lain.  Pesan atau message adalah alat-alat di mana sumber mengekspresikan gagasannya dalam bentuk bahasa lisan, bahasa tulisan ataupun perilaku nonverbal seperti bahasa isyarat, ekspresi wajah atau gambar-gambar.
3.    Langkah ketiga dalam proses komunikasi adalah penyampaian pesan yang telah disandi (encode).  Sumber menyampaikan pesan kepada penerima dengan cara berbicara, menulis, menggambar ataupun melalui suatu tindakan tertentu.  Pada langkah ketiga ini, kita mengenal istilah channel atau saluran, yaitu alat-alat untuk menyampaikan suatu pesan.  Saluran untuk komunikasi lisan adalah komunikasi tatap muka, radio dan telepon.  Sedangkan saluran untuk komunikasi tertulis meliputi setiap materi yang tertulis ataupun sebuah media yang dapat mereproduksi kata-kata tertulis seperti: televisi, kaset, video atau OHP (overheadprojector).  Sumber berusaha untuk mebebaskan saluran komunikasi dari gangguan ataupun hambatan, sehingga pesan dapat sampai kepada penerima seperti yang dikehendaki.
4.    Langkah keempat, perhatian dialihkan kepada penerima pesan.  Jika pesan itu bersifat lisan, maka penerima perlu menjadi seorang pendengar yang baik, karena jika penerima tidak mendengar, pesan tersebut akan hilang.  Dalam proses ini, penerima melakukan decoding, yaitu memberikan penafsiran interpretasi terhadap pesan yang disampaikan kepadanya.  Pemahaman (understanding) merupakan kunci untuk melakukan decoding dan  hanya terjadi dalam pikiran penerima.  Akhirnya penerimalah yang akan menentukan bagaimana memahami suatu pesan dan bagaimana pula memberikan respons terhadap pesan tersebut.
5.    Proses terakhir dalam proses komunikasi adalah feedback atau umpan balik yang memungkinkan sumber mempertimbangkan kembali pesan yang telah disampaikannya kepada penerima.  Respons atau umpan balik dari penerima terhadap pesan yang disampaikan sumber dapat berwujud kata-kata ataupun tindakan-tindakan tertentu.  Penerima bisa mengabaikan pesan tersebut ataupun menyimpannya.  Umpan balik inilah yang dapat dijadikan landasan untuk mengevaluasi efektivitas komunikasi.

Fungsi Komunikasi dalam Organisasi
Dalam suatu organisasi baik yang berorientasi komersial maupun sosial, komunikasi dalam organisasi atau lembaga tersebut akan melibatkan empat fungsi, yaitu:
1.  Fungsi informatif
Organisasi dapat dipandang sebagai suatu sistem pemrosesan informasi (information-processing system).  Maksudnya, seluruh anggota dalam suatu organisasi berharap dapat memperoleh informasi yang lebih banyak, lebih baik dan tepat waktu. Informasi yang didapat memungkinkan setiap anggota organisasi dapat melaksanakan pekerjaannya secara lebih pasti informasi pada dasarnya dibutuhkan oleh semua orang yang mempunyai perbedaan kedudukan dalam suatu organisasi.  Orang-orang dalam tataran manajemen membutuhkan informasi untuk membuat suatu kebijakan organisasi ataupun guna mengatasi konflik yang terjadi di dalam organisasi.  Sedangkan karyawan (bawahan) membutuhkan informasi tentang jaminan keamanan, jaminan sosial dan kesehatan, izin cuti dan sebagainya.
2.  Fungsi Regulatif
Fungsi regulatif ini berkaitan dengan peraturan-peraturan yang berlaku dalam suatu organisasi.  Pada semua lembaga atau organisasi, ada dua hal yang berpengaruh terhadap fungsi regulatif ini, yaitu:
1.    Atasan atau orang-orang yang berada dalam tataran manajemen yaitu mereka yang memiliki kewenangan untuk mengendalikan semua informasi yang disampaikan.  Disamping itu mereka juga mempunyai kewenangan untuk memberikan instruksi atau perintah, sehingga dalam struktur organisasi kemungkinan mereka ditempatkan pada lapis atas (position of authority) supaya perintah-perintahnya dilaksanakan sebagaimana semestinya.  Namun demikian, sikap bawahan untuk menjalankan perintah banyak bergantung pada:
1.    Keabsahan pimpinan dalam penyampaikan perintah.
2.    Kekuatan pimpinan dalam memberi sanksi.
3.    Kepercayaan bawahan terhadap atasan sebagai seorang pemimpin sekaligus sebagai pribadi.
4.    Tingkat kredibilitas pesan yang diterima bawahan.
2.     Berkaitan dengan pesan atau message.  Pesan-pesan regulatif pada dasarnya berorientasi pada kerja.  Artinya, bawahan membutuhkan kepastian peraturan-peraturan tentang pekerjaan yang boleh dan tidak boleh untuk dilaksanakan.
3. Fungsi Persuasif
Dalam mengatur suatu organisasi, kekuasaan dan kewenangan tidak akan selalu membawa hasil sesuai dengan yang diharapkan.  Adanya kenyataan ini, maka banyak pimpinan yang lebih suka untuk mempersuasi bawahannya daripada memberi perintah.  Sebab pekerjaan yang dilakukan secara sukarela oleh karyawan akan menghasilkan kepedulian yang lebih besar dibanding kalau pimpinan sering memperlihatkan kekuasaan dan kewenangannya.
4. Fungsi Integratif
Setiap organisasi berusaha menyediakan saluran yang memungkinkan karyawan dapat dilaksanakan tugas dan pekerjaan dengan baik.  Ada dua saluran komunikasi formal seperti penerbitan khusus dalam organisasi tersebut (newsletter, buletin) dan laporan kemajuan oraganisasi; juga saluran komunikasi informal seperti perbincangan antarpribadi selama masa istirahat kerja, pertandingan olahraga ataupun kegiatan darmawisata.  Pelaksanaan aktivitas ini akan menumbuhkan keinginan untuk berpartisipasi yang lebih besar dalam diri karyawan terhadap organisasi.
Memahami Komunikasi dalam Organisasi
Gaya komunikasi atau communication style akan memberikan pengetahuan kepada kita tentang bagaimana perilaku orang-orang dalam suatu organisasi ketika mereka melaksanakan tindak berbagi informasi dan gagasan.  Sementara pada pengaruh kekuasaan dalam organisasi, kita akan mengkaji jenis-jenis kekuasaan yang digunakan oleh orang-orang dalam tataran manajemen sewaktu mereka mencoba mempengaruhi kemampuan berkomunikasi dalam organsasi, kita akan diajak untuk memikirkan bagaimana mendefinisikan tujuan kita sehubungan dengan tugas dalam organisasi, bagaimana kita memilih orang yang tepat untuk diajak kerjasama dan bagaimana kita memilih saluran yang efektif untuk melaksanakan tugas tersebut.
Gaya Komunikasi. Gaya komunikasi (communication style) didefinisikan sebagai seperangkat perilaku antarpribadi yang terspesialisasi yang digunakan dalam suatu situasi tertentu (a specialized set of intexpersonal behaviors that are used in a given situation).
Masing-masing gaya komunikasi terdiri dari sekumpulan perilaku komunikasi yang dipakai untuk mendapatkan respon atau tanggapan tertentu dalam situasi yang tertentu pula.  Kesesuaian dari satu gaya komunikasi yang digunakan, bergantung pada maksud dari pengirim (sender) dan harapan dari penerima (receiver).
Gaya Komunikasi yang akan kita pelajari adalah sbb:
1.    The Controlling style
Gaya komunikasi yang bersifat mengendalikan ini, ditandai dengan adanya satu kehendak atau maksud untuk membatasi, memaksa dan mengatur perilaku, pikiran dan tanggapan orang lain.  Orang-orang yang menggunakan gaya komunikasi ini dikenal dengan nama komunikator satu arah atau one-way communications.
Pihak-pihak yang memakai controlling style of communication ini, lebih memusatkan perhatian kepada pengiriman pesan dibanding upaya mereka untuk berharap pesan.  Mereka tidak mempunyai rasa ketertarikan dan perhatian untuk berbagi pesan.  Mereka tidak mempunyai rasa ketertarikan dan perhatian pada umpan balik, kecuali jika umpan balik atau feedback tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi mereka.  Para komunikator satu arah tersebut tidak khawatir dengan pandangan negatif orang lain, tetapi justru berusaha menggunakan kewenangan dan kekuasaan untuk memaksa orang lain mematuhi pandangan-pandangannya.
Pesan-pesan yag berasal dari komunikator satu arah ini, tidak berusaha ‘menjual’ gagasan agar dibicarakan bersama namun lebih pada usaha menjelaskan kepada orang lain apa yang dilakukannya.  The controlling style of communication ini sering dipakai untuk mempersuasi orang lain supaya bekerja dan bertindak secara efektif, dan pada umumnya dalam bentuk kritik.  Namun demkian, gaya komunikasi yang bersifat mengendalikan ini, tidak jarang bernada negatif sehingga menyebabkan orang lain memberi respons atau tanggapan yang negatif pula.
2.    The Equalitarian style
Aspek penting gaya komunikasi ini ialah adanya landasan kesamaan.  The equalitarian style of communication ini ditandai dengan berlakunya arus penyebaran pesan-pesan verbal secara lisan maupun tertulis yang bersifat dua arah (two-way traffic of communication).
Dalam gaya komunikasi ini, tindak komunikasi dilakukan secara terbuka.  Artinya, setiap anggota organisasi dapat mengungkapkan gagasan ataupun pendapat dalam suasana yang rileks, santai dan informal.  Dalam suasana yang demikian, memungkinkan setiap anggota organisasi mencapai kesepakatan dan pengertian bersama.
Orang-orang yang menggunakan gaya komunikasi yang bermakna kesamaan ini, adalah orang-orang yang memiliki sikap kepedulian yang tinggi serta kemampuan membina hubungan yang baik dengan orang lain baik dalam konteks pribadi maupun dalam lingkup hubungan kerja.  The equalitarian style ini akan memudahkan tindak komunikasi dalam organisasi, sebab gaya ini efektif dalam memelihara empati dan kerja sama, khususnya dalam situasi untuk mengambil keputusan terhadap suatu permasalahan yang kompleks.  Gaya komunikasi ini pula yang menjamin berlangsungnya tindakan share/berbagi informasi di antara para anggota dalam suatu organisasi.
3.    The Structuring style
Gaya komunikasi yang berstruktur ini, memanfaatkan pesan-pesan verbal secara tertulis maupun lisan guna memantapkan perintah yang harus dilaksanakan, penjadwalan tugas dan pekerjaan serta struktur organisasi.  Pengirim pesan (sender) lebih memberi perhatian kepada keinginan untuk mempengaruhi orang lain dengan jalan berbagi informasi tentang tujuan organisasi, jadwal kerja, aturan dan prosedur yang berlaku dalam organisasi tersebut.
Stogdill dan Coons dari The Bureau of Business Research of Ohio State University, menemukan dimensi dari kepemimpinan yang efektif, yang mereka beri nama Struktur Inisiasi atau Initiating Structure.  Stogdill dan Coons menjelaskan mereka bahwa pemrakarsa (initiator) struktur yang efisien adalah orang-orang yang mampu merencanakan pesan-pesan verbal guna lebih memantapkan tujuan organisasi, kerangka penugasan dan memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul.
4.    The Dynamic style
Gaya komunikasi yang dinamis ini memiliki kecenderungan agresif, karena pengirim pesan atau sender memahami bahwa lingkungan pekerjaannya berorientasi pada tindakan (action-oriented).  The dynamic style of communication ini sering dipakai oleh para juru kampanye ataupun supervisor yang membawa para wiraniaga (salesmen atau saleswomen).
Tujuan utama gaya komunikasi yang agresif ini adalah mestimulasi atau merangsang pekerja/karyawan untuk bekerja dengan lebih cepat dan lebih baik.  Gaya komunikasi ini cukup efektif digunakan dalam mengatasi persoalan-persoalan yang bersifat kritis, namun dengan persyaratan bahwa karyawan atau bawahan mempunyai kemampuan yang cukup untuk mengatasi masalah yang kritis tersebut.
5.    The Relinguishing style
Gaya komunikasi ini lebih mencerminkan kesediaan untuk menerima saran, pendapat ataupun gagasan orang lain, daripada keinginan untuk memberi perintah, meskipun pengirim pesan (sender) mempunyai hak untuk memberi perintah dan mengontrol orang lain.
Pesan-pesan dalam gaya komunikasi ini akan efektif ketika pengirim pesan atau sender sedang bekerja sama dengan orang-orang yang berpengetahuan luas, berpengalaman, teliti serta bersedia untuk bertanggung jawab atas semua tugas atau pekerjaan yang dibebankannya.

6.    The Withdrawal style
Akibat yang muncul jika gaya ini digunakan adalah melemahnya tindak komunikasi, artinya tidak ada keinginan dari orang-orang yang memakai gaya ini untuk berkomunikasi dengan orang lain, karena ada beberapa persoalan ataupun kesulitan antarpribadi yang dihadapi oleh orang-orang tersebut.
Dalam deskripsi yang kongkrit adalah ketika seseorang mengatakan: “Saya tidak ingin dilibatkan dalam persoalan ini”.  Pernyataan ini bermakna bahwa ia mencoba melepaskan diri dari tanggung jawab, tetapi juga mengindikasikan suatu keinginan untuk menghindari berkomunikasi dengan orang lain.  Oleh karena itu, gaya ini tidak layak dipakai dalam konteks komunikasi organisasi.
Gambaran umum yang diperoleh dari uraian di atas adalah bahwa the equalitarian style of communication merupakan gaya komunikasi yang ideal.  Sementara tiga gaya komunikasi lainnya: structuring, dynamic dan relinguishing dapat digunakan secara strategis untuk menghasilkan efek yang bermanfaat bagi organisasi.  Dan dua gaya komunikasi terakhir: controlling dan withdrawal mempunyai kecenderungan menghalangi berlangsungnya interaksi yang bermanfaat

Referensi :
Mulyana, Teori Komunikasi-modul 10, 2008
Miftah Thoha, Perilaku Organisasi, 1996
Onong Uchyana Effendi, Dimensi-Dimensi Komunikasi, 2001
Ronald Adler dan George Rodman, Understanding Human Communication, 1997
Steward L.Tubbs dan Sylvia Moss, Human Communication, 1994

Senin, 11 April 2011

Tempat wisata kota palembang






















Tugas-Tugas Inti PR


Tugas-tugas Inti Seorang PR

Tugas-tugas Inti Seorang PR
Berikut beberapa job description PR yang disebut juga sebagai "nature of work":
  1. Reputasi, keberuntungan, bahkan eksistensi lanjutan dari sebuah perusahaan, dapat bergantung dari keberhasilan PR menafsirkan target publik untuk mendukung tujuan dan kebijakan dari perusahaan yang bersangkutan. Seorang PR spesialis menyajikan hal tersebut sebagaimana halnya seorang penasihat dalam bidang bisnis, asosiasi non-profit, universitas, rumah sakit dan organisasi lain. Selain itu, mereka juga membangun dan memelihara hubungan positif dengan publik.
  2. Seorang PR mengurus fungsi-fungsi organisasi, seperti menghadapi media, komunitas dan konsumen. Dalam hubungannya dengan pemerintah, mereka mengurus kampanye politik, representasi para interest-group, sebagai conflict-mediation, atau mengurus hubungan antara perusahaan tempat mereka bekerja dengan para investor. Seorang PR tidak hanya berfungsi untuk "mengatakan sejarah organisasi", tapi mereka juga dituntut untuk mengerti tingkah-laku dan memperhatikan konsumen, karyawan dan kelompok lain yang juga merupakan bagian dari deskripsi kerjanya.
Tugas Public Relations
Tugas public relations sehari-hari adalah sebagai berikut :
  1. Menyelenggarakan dan bertanggung jawab atas penyampaian informasi secara lisan, tertulis, melalui tampilan visual kepada publik.
  2. Memonitor, merekam, dan mengevaluasi tanggapan serta pendapat umum (publik).
  3. Memperbaiki citra atau image organisasi.
  4. Tanggung jawab sosial, dimana Public Relations merupakan instrumen untuk bertanggung jawab terhadap semua kelompok yang berhak terhadap tanggung jawab tersebut.
  5. Melaksanakan komunikasi persuasif yang timbal balik kepada publik.
Kegiatan Public Relations
Kegiatan Public Relations adalah kegiatan yang ditujukan untuk publiknya. Berdasarkan jenis publiknya kegiatan Public Relations terbagi menjadi dua yaitu :
1. Internal Public Relations.
Kegiatan Internal Public Relations merupakan kegiatan yang ditujukan untuk publik internal organisasi/perusahaan. Publik internal adalah keseluruhan elemen yang berpengaruh secara langsung dalam keberhasilan perusahaan, seperti karyawan, manajer, supervisor, pemegang saham, dewan direksi perusahaan dan sebagainya
Melalui kegiatan Internal Public Relations diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dan kepentingan publik internal dari organisasi/perusahaan. Dengan hubungan yang harmonis antara pihak-pihak yang terkait dalam perusahaan maka akan tercipta iklim kerja yang baik. Dengan begitu kegiatan operasional perusahaan akan berjalan dengan lancar.
Kegiatan hubungan internal yang dilakukan oleh seorang Public Relations Officers antara lain :
  • Hubungan dengan karyawan (employee relations)
Seorang PR harus mampu berkomunikasi dengan segala lapisan karyawan baik secara formal maupun informal untuk mengetahui kritik dan saran mereka sehingga bisa dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan dalam organisasi/perusahaan. Seorang PR harus mampu menjembatani komunikasi antara pimpinan dan karyawan. Karena dengan diadakan program employee relations diharapkan akan menimbulkan hasil yang positif yaitu karyawan merasa dihargai dan diperhatikan oleh pimpinan perusahaan. Sehingga dapat menciptakan rasa memilki (sense of belonging), motivasi, kreativitas dan ingin mencapai prestasi kerja semaksimal mungkin.
  • Hubungan dengan pemegang saham (stockholder relations)
Seorang PR juga harus mampu membina hubungan yang baik dengan pemegang saham, serta mampu mengkomunikasikan apa yang terjadi dalam organisasi/perusahaan. Karena sebagai penyandang dana, mereka harus selalu tahu perkembangan perusahaan secara transparan agar dapat meningkatkan kepercayaan mereka terhadap perusahaan. Dengan demikian akan menghilangkan kesalahpahaman dan kecurigaan terhadap perusahaan.
2. Eksternal Public Relations
Kegiatan Eksternal Public Relations ini ditujukan untuk publik eksternal organisasi/perusahaan, yaitu keseluruhan elemen yang berada di luar perusahaan yang tidak berkaitan secara langsung dengan perusahaan, seperti masyarakat sekitar perusahaan, pers, pemerintah, konsumen, pesaing dan lain sebagainya
Melalui kegiatan eksternal ini, diharapkan dapat menciptakan kedekatan dan kepercayaan publik eksternal kepada perusahaan. Dengan begitu maka akan tercipta hubungan yang harmonis antara organisasi/ perusahaan dengan publik eksternalnya, sehingga dapat menimbulkan citra baik atas perusahaan dimata publiknya.
Kegiatan hubungan eksternal yang dilakukan oleh seorang Public Relations Officer, yaitu :
  • Hubungan dengan komunitas (community relations)
Membina hubungan dengan komunitas merupakan wujud kepedulian perusahaan terhadap lingkungan disekitar perusahaan. Ini juga dapat diartikan sebagai tanda terima kasih perusahaan kepada komunitas. Dengan begitu menunjukan bahwa perusahaan tidak hanya sekedar mengambil keuntungan dari mereka, melainkan ikut peduli dan mau berbagi apa yang diperoleh perusahaan dari lingkungan yang merupakan milik bersama. Hubungan dengan komunitas ini seringkali diwujudkan dalam program Corporate Social Responsibility.
  • Hubungan dengan pelanggan (costumer relations)
Membina hubungan baik dengan pelanggan, dilakukan agar dapat meningkatkan loyalitas dan kepercayaan pelanggan terhadap produk dan perusahaan itu sendiri. Menurut Seitel (2001 : 455) tujuan hubungan konsumen antara lain (1) mempertahankan pelanggan lama, (2) menarik pelanggan baru, (3) memasarkan/memperkenalkan produk atau jasa baru, (4) memudahkan penanganan keluhan pelanggan dan (5) mengurangi biaya. Costumer relations dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain plant tour, iklan, film, pameran, publisitas, brosur, dan special events.
  • Hubungan dengan media massa dan pers (media & press relations)
Hubungan dengan media dan pers merupakan sebagai alat, pendukung atau media kerja sama untuk kepentingan proses publikasi dan publisitas berbagai kegiatan program kerja atau untuk kelancaran aktivitas komunikasi humas dengan pihak publik. Dengan hubungan baik dengan media dan pers, perusahaan bisa mengontrol, mencegah, dan meminimalisir pemberitaan-pemberitaan negatif atau salah tentang perusahaan di media massa. Hubungan dengan pers dapat dilakukan melalui kontak formal dan kontak informal. Bentuk hubungan melalui kontak formal antara lain konfrensi pers, wisata pers (press tour), taklimat pers (press briefing), dan resepsi pers. Sedangkan bentuk hubungan melalui kontak informal antara lain keterangan pers, wawancara pers, dan jumpa pers (press gathering).
  • Hubungan dengan pemerintah (government relations)
Hubungan yang baik dengan pemerintah bisa memudahkan perusahaan dalam menyesuaikan kebijakan yang akan diambil dengan kebijakan-kebijakan pemerintah, sehingga kebijakan tersebut terwujud sesuai dengan aturan pemerintah dan tidak melanggar hukum.